Selasa, 12 April 2016

Engkau yang Berjuang untukku

Sering kutatap dari kejauhan sini. Entah ketika berpapasan, maupun ketika kau melintasi halaman rumahku. Mungkin banyak perempuan yang akan mengharapkanmu. Aku hanya sekian persen perempuan yang mungkin buta akan tampangmu yang rupawan, pekerjaan yang mapan, suaramu yang merdu saat mengumandangkan senandung shalawat atas baginda Nabi Muhammad SAW, ditambah lagi pendidikanmu yang tinggi di banding lelaki lain di desa. Salut? Iya. Aku akui.
"Mas, maaf." Hanya kata ini yang ingin aku katakan.
Aku telah mendengar dari Ibuku serta Tetanggaku tentang kau. Mas, bukannya aku tidak menghargai perjuanganmu. Hanya saja, aku cukup tersakiti dengan ucapanmu di hadapan mereka yang menjanjikan kebahagiaan duniawi semata. "Apakah aku sehina itu?" adalah kata yang keluar pertama kali saat mendengarnya. "Tidak pantaskah diriku mendapatkan orang yang sederhana saja?" itu menjadi ucapan dalam hati selanjutnya.
Mas, aku hanya perempuan sederhana yang tidak mengharapkan harta sebagai jaminan kebahagiaan setelah menikah. Aku hanya perempuan murahan yang cukup di bayar dengan harta seadanya. Hanya saja, aku inginkan ketawaddlu'an seorang hamba Allah ada padamu. Karena Mas, Aku masih terlalu naif dan sombong di hadapan-Nya. Cukuplah bagiku kau mengajarkanku cara bersyukur dan cara merendah di hadapan-Nya.
Harta? Apalah arti harta jika itu hanya akan melalaikan aku atas-Nya.
Aku bukanlah perempuan yang suka jual mahal. Bagaimana mungkin orang mengatakan perihal kekayaan dan menunjukkan betapa mapannya dirimu di hadapanku? Sedangkan Aku malah merasa diriku ini semakin hina karena diukur dari harta. Aku punya harga diri Mas. Bukan, bukan dengan harta. Melainkan dengan keimanan yang luar biasa terhadap tuhannya. Yang dapat menjadi Imam bagiku, keluargaku dan Masyarakatku. Dan keimanan itu dapat menyebar ke segala penjuru dunia. Apa yang lebih indah dari itu Mas?
Aku ingin mengatakan semua ini padamu. Namun, di sms, telepon, akun sosmed maupun kehidupan nyata pun kau tidak pernah sekalipun menyapaku dan keluargaku. Bagaimana aku harus mengatakan padamu untuk berhenti mengejarku? Satu hal yang Aku yakini. Ketika engkau memanglah jodohku, suatu saat meski kau lama dalam penantian. Jika takdir berkata aku jodohmu. Aku akan kembali dengan tangan terbuka padamu. Entah sampai kapan.