Minggu, 12 Mei 2013

kesempurnaan hidup


               kesempurnaan hidup Aku adalah seorang muallaf yang baru mengenal islam. sebenarnya yang ku cari dalam islam adalah kedekatan dengan sang penguasa. hanya itu, bukan yang lain. jadi wajar saja ketika aku masuk pesantren pertama kali aku sama sekali Tidak memahami seluk beluk islam. Sampai akhirnya aku memahami keterbatasanku dalam memahami seluk beluk islam dan akhirnya aku memutuskan untuk berusaha tawaddlu’ kepada perintah ustad-ustad dan kyaiku selain itu aku mengistiqomahkan shalat tahajjudku.
setiap kali ada pengajian fathul qorib di musholla kecil salah satu bagian dari ponpes ku, aku berusaha datang lebih awal untuk menyiapkan apa saja yang dibutuhkan kyai untuk mengaji. semua yg kulakukan itu bukan karena aku cari perhatian hanya saja aku terpengaruh oleh dawuhan kyai minggu lalu ”jika akhlakmu terhadap orangtua, guru, serta masyarakat di sekitarmu baik maka semua akan mengikuti, baik itu ilmu, rizki, maupun jodoh jika tidak, maka akan sebaliknya” ku rekam dengan baik dawuhan kyai itu lalu ku masukkan rekaman itu kedalam memori otak ku sehingga mendorong aku untuk ikhlas menolong kyai. setiap kali ku ingin melakukan kejelekan, memori ku akan berputar secara otomatis dengan rekaman itu sehingga mengurungkan niatku untuk melakukan kejelekan itu.

                    *****
              Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun akhirnya aku akan menerima lembaran hasil usaha ku selama menjadi santri di ponpes ini atau biasa disebut ijazah itu akhirnya aku akan meninggalkan pondok ini. Teman-teman ku biasa menyebutnya ”pindah rumah” karena bagi mereka pondok ini adalah rumah bagi mereka. Sebelum hari H pemberian ijazah, pengurus pondok akan memanggil calon pengurus pondok yang baru.
Bagi mereka yang sudah tamatan akan berdebar-debar hatinya jika ada panggilan lewat kantor pusat, begitu pula dengan aku namun tak mungkin sekali namaku terpanggil karena aku tidak mampu untuk melakukan itu. Namun dugaanku salah, ternyata namaku disebut juga. aku terkejut bukan main. ya..bukannya aku keberatan tetapi aku takut melalaikan amanah. Ternyata di umurku yang ke-20 ini aku diberi amanah yang begitu berat bagiku tapi seperti prinsip awalku yaitu segala sesuatu itu tidak perlu dikeluhkan, jalani aja apa adanya banyak cemoohan yang selalu ditimpakan padaku
”masa’ si raihan yang gak bisa apa2 itu dijadikan pengurus” ucap seorang teman yg ku tau bernama supriadi
“emang tadi namanya di panggil ?” ucap ari dan heri berbarengan
”iya” ucapnya serius
”dia kan muallaf, dia juga gak paham bener masalah agama” ucap ari membuka rahasiaku. ”apa? muallaf?” kata Supriadi dan Heri terkejut
”iya, emang kalian gak tau?” ucapnya meyakinkan
”ngacok kamu apa buktinya?” ucap Heri
”aku pernah liat album fotonya saat dia ada di gereja dan berdo’a dengan khusyuknya” kata ari yang meyakinkan
”apa iya?” ucap heri
”ya udah kalau gak percaya” kata ari mulai capek menguatkan kefaktaan beritanya.
Hatiku terasa tersayat-sayat oleh pedang saat itu. coba bayangkan mereka membicarakanku di saat aku ada di tempat itu. hatiku ingin menangis tapi ku berusaha menahannya.
Aku berusaha mencari informasi siapa yang memilihku sebagai calon pengurus. ternyata ustad Hasyim yang memilihku. Ku akui aku memang dekat dengan ustad hasim. Aku mengungkapkan perasaanku kepada ustad hasim, kemudian mengundurkan diri dari amanat itu bukannya aku ingin disebut kalah sebelum berperang tapi aku takut, jika aku menjadi pengurus, semua santriku kelak akan tersesat. ustad hasim hanya tersenyum mendengar alasanku mengundurkan diri.
“kamu pasti bisa han!” ucap beliau ustad itu begitu tenang tapi setiap kata-kata yang keluar dari mulut beliau selalu membekas di hatiku.
“majelis ilmu adalah salah satu tempat yang paling mustajabah maka dari itu memintalah apa saja yang kau inginkan kepada allah mulai dari sekarang baik berupa ilmu, rizki, jodoh maupun anak sekalipun” dawuh kyai saat pengajian bersama pengurus. aku merekam dengan baik setiap perkataan kyai yang bagiku sangat bermanfaat untuk masa depanku. ku coba apa saja yang di dawuhkan kyai. Hingga suatu hari.........
 “ustad raihan di timbali romo kyai” lapor santriku dengan sopan
”oh iya, syukron” ucapku seraya memaksakan bibirku untuk tersenyum
”sama-sama ustad”.
Aku menghadap kyai dengan penuh rasa penasaran apa yang akan di dawuhkan romo kyai kepadaku Aku telah dapat melihat seorang laki-laki berbadan tegap berjuba putih dan kulitnya yang mulai keriput karena di makan usia itu dengan jelas sekarangku menundukkan kepalaku tujuanku hanya untuk menghormati beliau. beliau tersenyum.
”duduklah nak, ada yang mau saya bicarakan denganmu” ucap beliau ketika ku sudah menampakkan diri di hadapannya.
inggih wonten nopo kyai ?” ucapku dengan sopan sambil mengembangkan senyum di wajahku dan tetap dengan kepala menunduk. wajahku terlihat tenang tapi berbeda dengan hatiku yang sangat berdebar-debar
”iya Han,ada yang mau memintamu untuk menjadi menantunya”
 Duarr................
Hatiku meledak seperti bom di Bali. aku bingung akan berkata apa pada kyaiku ini. aku hanya tersenyum. hatiku kembali bergetar saat kuketahui ada seorang laki-laki yang keluar dari bagian dalam dari rumah ini. Aku memberanikan diri untuk mengangkat wajahku untuk mengetahui siapa yang datang. Aku kembali terkejut ketika ku mengerti siapa laki2 itu.
”apa kau mengenalku Raihan Firdaus?” ucap laki2 itu.
”jenengan kyai Mahfudz kan? seseorang yang membuat saya masuk islam melalui penyembuhan orang tua saya yang terkena tumor ganas?” ucapku memutar masa lalu ku kembali.
”iya, kamu benar dan aku tak pernah menyangka kamu memutuskan untuk masuk islam setelah peristiwa itu”
”ini saudaraku yang tinggal di Bogor, han” ucap kyai Mustofa, kyai di pesantren ini. aku hanya manggut-manggut menandakan aku paham apa yang dikatakan kyai mustofa.
”kyai Mahfudz ini yang akan memintamu untuk menjadi menantunya” lanjut ustad Mustofa
”iya, aku yang memintamu karena ku ketahui akhlakmu yang dapat diacungi dua jempol” ucap kyai Mahfudz membesarkan hatiku. Bibirku mengembangkan senyum semakin melebar karena pikiranku dibuatnya melayang
”tapi puteriku adalah seseorang yang akhlaknya buruk kepada siapapun bahkan kepada orang tuanya, tapi dia adalah perempuan yang cerdas dalam urusan agama. karena kekurangan puteriku ini maka permasalahan puteriku ini ku jadikan PR bagimu. bagaimana merubah akhlak puteriku itu.” lanjut kyai Mahfudz.
Tak terasa senyum yang terpasang di wajahku ini perlahan-lahan memudar. Dalam hatiku hanya meronta mengapa jodoh yang diberikan allah kepadaku tak sesuai dengan harapanku? tidak boleh. aku tidak boleh menentang Allah. ini takdirku.
”semoga Allah memberikan kemudahan untuk merubah puteri jenengan” ucapku akhirnya ”amiin” kata kyai mahfudz seraya tersenyum. ya, mungkin ini bagian dari kesempurnaan hidupku, saling melengkapi. Itulah takdir yang kurasa hanya untukku
”minggu depan kamu akan ku jemput agar puteriku dapat melihat bagaimana calon suamiya, kamu menjalaninya dengan ikhlas bukan?” ucap kyai mahfudz kemudian. aku mengangguk pelan
”insyaallah akan saya jalani dengan ikhlas” ucapku akhirnya.                 
                   *****
Tak pernah ku bayangkan sebelumnya, di umurku yang ke-25 ini aku akan dijodohkan dengan seorang perempuan dari kalangan kyai, aku memang menginginkannya, tapi menginginkan perempuan dari kalangan kyai yang khusnul khuluq bukan su’ul khuluq. tapi semua mungkin takdirku.
Tak terasa hari ini adalah hari yang dijanjikan kyai mahfudz untuk mempertemukan aku dengan puterinya. Terakhir kali aku datang ke rumah beliau, saat aku berumur 5 tahun dan isteri beliau tengah hamil 9 bulan jadi, bagaimana tampangnya aku tak mengerti. ”ustad raihan, di timbali romo kyai” ucap santri yang masih sama ketika aku dipanggil kyai mustofa minggu lalu.
”oh na’am syukron” ucapku akhirnya.
 Dag dig dug....
Hatiku berdetak kencang, aku bingung apa yang mesti aku lakukan disana ”sudahlah apa kata nanti” desahku. aku berjalan menuju ndalem kyai. ku melihat kyai Mahfudz disana beliau sudah berdiri tegap sambil memasang senyum kepadaku. Aku mendekati beliau seakan pasrah dengan apa yang terjadi. Pakaian yang kukenakan sangat sederhana, kokoh putih, kopiah hitam lusuh yang biasa kupakai dan celana hitam. sangat sederhana bukan?
”bagaimana nak? sudah siap?” ucap kyai mahfudz kepada ku yang hanya menunduk.
”insya allah” ucapku kepada beliau agar beliau tidak kecewa, padahal hati dengan ucapanku berbeda, sebenarnya hatiku tidak siap sama sekali namun jalani aja apa yang ada. Kyai mahfudz menyeretku kedalam mobil kijang inova hitam miliknya. aku nervous. selama 25 tahun aku hidup di dunia, baru kali ini aku menaiki mobil kijang inova. hatiku merasa berbahagia tapi juga berdebar-debar. aku harus bagaimana?
             
                    *****
dua jam sudah aku berada di mobil itu. aku hanya diam. nervous. itu yang kurasakan saat ini. sesekali aku bertanya apakah masih jauh ataukah sudah dekat. Jika dijawab masih jauh aku akan menghempaskan nafas legaku. tapi kali ini tidak. Tiba-tiba mobil yang ku kendarai berhenti.
”kyai mengapa berhenti?” ucapku akhirnya.
”masih isi bensin” ucap kyai mahfudz kemudian tersenyum padaku seakan-akan beliau tau akan keteganganku. Aku melepaskan nafas legaku untuk yang kelima kalinya. itu artinya selama 2 jam aku telah bertanya 5 kali.
”jangan bingung anak muda. jangan nervous. siapkan dirimu, tunjukkan pada kaum hawa bahwa kamu adalah lelaki sejati” ucap beliau kemudian. Aku mengangguk mantap sambil mengembangkan senyum kepada beliau. kyai mahfudz mengajakku bicara bicara selama diperjalanan. tujuan beliau hanya satu, agar aku gak nervous. aku mendengarkan lelucon beliau sambil sesekali tersenyum. namun senyumku mulai memudar ketika mobil ini berhenti.
”akhirnya...sudah sampai” ucap kyai mahfudz seraya melepaskan kelelahannya setelah 3 jam duduk di mobil.
 Dag dig dug
Dadaku berdetak semakin kencang. aku melihat papan bertuliskan AR-ROUDHOH. Yap, pesantren yang pernah aku masuki 20 tahun yang lalu. aku melangkahkan kakiku kepada gerbang pondok ini. namun tidak seperti pada saat aku berumur 5 tahun. yang tidak tau mengapa orang tua ku yang terkapar sakit itu dibawa ke tempat ini.
”ayo nak masuklah” ucap kyai mahfudz memudarkan lamunanku. aku hanya mengikuti langkah beliau menuju ruang tamu
”duduklah akan ku panggilkan puteriku” aku mengangguk. diam. nervous.
“Nabilah, itu calon suamimu sudah datang” ucap kyai mahfudz lembut kepada puterinya ”oh Nabila namanya” gumamku
”males ah”
”Nabila!” ucap kyai mahfudz mulai geram
”kenapa sih aku harus dijodohin, abi! abi inget ya aku bisa nyari 1000 orang yang lebih pantas buat aku dari pada dia” ucapnya sombong
”sekarang temui calon suamimu atau abi akan menghukummu” ucap kyai mahfudz geram. ”udah tua bangka masih aja suka marah-marah. cepat mati nanti”
”masya allah tidak ada sopan santunnya” batinku yang mendengar pembicaraan dari luar. “sudah abi bilang, abi mencarikan seseorang yang bisa merubah akhlak burukmu itu” ucap kyai Mahfudz geram
”abi gak akan bisa merubah akhlakku, ini bawa’an, baik akan kutemui dia dimana dia?” ucap nabilah.
”di ruang tamu. aku yakin kamu pasti menerimanya” ucap kyai mahfudz ”jangan terlalu banyak berharap bi” kemudian perempuan itu menampakkan wajahnya dari balik tirai “cantik” ucapku dalam hati ”astaghfirullah aku kesini hanya untuk meminangnya agar aku bisa menyempurnakan imanku bukan untuk maksiat.” ucapku dalam hati. dia duduk dihadapanku sambil menyilangkan kakinya
”benar-benar tidak sopan” gumamku
”kenapa? gak suka?” ucapnya yang ternyata mendengar gumamanku
”jenengan perempuan, tolong duduk yang sopan” kataku memberanikan diri
”kamu berani sama aku? inget ya aku menemuimu karena keterpaksaan” . sabar.
”oke, aku pengen tau kamu itu seperti apa” lanjutnya. baik. apa yang akan jenengan tanyakan pada saya”
“jangan pake’ kata jenengan! Kamu aku aja”
”bagi saya kata kamu-aku adalah perkataan yang tidak sopan digunakan untuk orang yang dimuliakan”.
”terserah kamulah. apa kamu pernah pacaran?”
”saya tidak pernah pacaran”
”apa buktinya?” aku seperti benar-benar diinterogasi oleh ucapannya kali ini. Aku bingung. bukti apa yang bisa aku berikan?
”begini saja, kamu punya handphone?” lanjutnya
”punya.” ucapku singkat tak faham apa maksudnya
”dibawa?”. Aku mengangguk.
”boleh aku melihatnya?” kurasa dia lebih sopan sedikit kepadaku sekarang. Aku memberikan handphoneku padanya. Ia menggeledah isi handphoneku. Tiba-tiba dia menelepon satu persatu nama-nama yang ada di HP ku
”bagaimana ning nabilah?” ucapku akhirnya. lalu dengan cueknya dia masuk ke ruang tengah dari rumah ini
”jenengan meninggalkan saya tanpa memberikan keputusan” ucapku ketika dia telah mendekati tirai pembatas. dia diam. aku berharap dia memberikanku keputusan. namun dia tetap masuk ke dalam tirai pembatas ruang tamu dengan ruang tengah. dan kemudian kyai Mahfudz keluar dengan menampakkan wajah tersenyum padaku.
”kamu berhasil” ucap kyai Mahfudz padaku. Aku tak faham apa maksud dari perkataan kyai Mahfudz
”kamu akan menjadi calon menantuku” ucap beliau. Aku tersenyum. Semua berjalan sangat singkat, tak adil sepertinya jika waktu 2 minggu yang kupersiapkan di tentukan hanya dalam waktu dua jam saja.
”pertemuan selanjutnya kita akan membicarakan kapan mengadakan khithab” ucap kyai Mahfudz seraya tersenyum padaku. Aku tersenyum malu kepada beliau.
”kamu akan diantarkan kembali ke pondok oleh sopir pribadiku. maaf saya tidak ikut mengantarkanmu karena saya terlalu capek” lanjut beliau Aku meninggalkan pondok ini dengan nafas lega dan kembali ke pondok ash-Shiddiqiyah tercinta.
sesampainya di pondok cemoohan teman-teman sepantaranku yang menjadi pengurus kembali kudengar siapa lagi kalau bukan supriadi dkk. hanya Hasan sahabatku yang turut bahagia mendengar kabar dariku, Aku tak tau mengapa mereka begitu membenciku alasan mereka karena aku seorang muallaf. logiskah itu?. aku hanya merenung. apakah ada yang salah jika aku adalah seorang muallaf? menurutku seorang muallaf lebih pantas diberi penghargaan karena melakukan hal yang benar.

                         *****

 1 tahun kemudian......
 Kini aku telah beristeri, selama 9 bulan aku menjalani pernikahan, tak sekalipun aku berjama’ah dengannya. alasannya da’imul hadats. tapi apakah sesering itu isteriku mengalami da’imul hadats. Kini isteriku tengah hamil 5 bulan. selalu kutuntun isteriku untuk selalu berdzikir dan membaca Al-Qur’an yang  kami tujukan untuk calon anak kami kelak.
”dasar tetangga yang gak tau diri udah tau ada orang hamil masih aja gak mau ngalah” ucap isteriku menggerutu.
“ada apa sih mi? jangan ngomong gitu ah nanti efeknya keanak kita loh” ucapku lembut ”habisnya bi mereka tuh gak tau diri” ucapnya memanja padaku.
”istighfar mi, jangan sampai kembali pada anak kita. umi sekarang lagi hamil, umi harus bisa menjaga omongan takutnya kembali pada anak kita. kita sama-sama berusaha abi juga berusaha” nasihat ku padanya.
”baik, abi” ya begitulah aku mulai merubah akhlak isteriku sedikit demi sedikit yang ku harapkan nantinya akan menjadi bukit. Masih dengan rasa penasaranku, aku kembali bertanya pada isteriku apakah ia benar-benar da’imul hadats aku yang belum mengerti tentang islam sepenuhnya mulai bertanya kepada isteriku.
”mi, apakah seorang yang da’imul hadats tidak boleh shalat berjama’ah?” ucapku suatu hari. ia hanya tersenyum. sambil berjalan ke almari es milik kami untuk mengambil dua buah apel. yang tentunya satu untukku. isteriku harus banyak makan buah-buahan agar anak kami kelak menjadi anak yang sehat.
”mengapa abi bertanya demikian?” ucapnya kemudian.
”aku hanya ingin sesekali kita shalat bersama secara berjama’ah” ”sebenarnya tak ada salahnya kalau seorang da’imul hadats shalat berjama’ah” ucapnya seraya tersenyum. ”lalu mengapa umi tidak mau shalat berjama’ah bersama abi?” ucapku bingung
”begini abi sebenarnya jika seorang da’imul hadats shalat kemudian ketika shalat dia mengeluarkan darah putih maka seketika itu wudlu’nya batal dan shalatnya pun tidak sah tapi berbeda dengan seorang yang istihadloh ketika dia sholat lalu ia mengeluarkan darah maka sholatnya tidak batal” jelasnya panjang lebar. ya begitulah kehidupan kami, kami selalu saling melengkapi.

                        *****

                  setelah 11 bulan kami hidup dengan penuh dzikir, ayat-ayat al-qur’an dan tentunya dengan cahaya shalat tahajjud akhirnya hari ini adalah hari penentuan usaha kami. sekarang isteriku tengah terbaring di ruang ICU. Aku sangat mengkhawatirkan keselamatannya juga anakku
“jika aku harus kehilangan anakku aku masih bersabar tapi jika aku kehilangan isteriku? aku tak tau apakah aku kuat menjalani hidup ini? tidak. tidak. dia pasti selamat. ya allah selamatkanlah isteriku ini ”perdebatan hati yang berubah-ubah, memaksaku berjalan mondar-mandir di lorong penuh kamar ini. begitu juga keluargaku dan keluarga isteriku. semua khawatir. tak ada yang memberikan seulas senyum pun padaku.
dua jam sudah isteriku mendapat penanganan medis tapi tak kunjung pula berita untuk kami hingga akhirnya seorang dokter keluar dari ruang ICU dengan tampang mengecewakan dan menyerah.
”dimana suami dan ayah dari saudari Nabilah?” ucapnya kemudian
”saya” ucapku dan kyai Mahfudz bersamaan
”mari ikut saya ke ruang dokter” aku dan kyai Mahfudz hanya menurut saja apa yang dikatakannya
”maaf saya sudah mengusahakan tapi isteri anda tetap tidak dapat tertolong. Allah berkehendak lain” ucapnya padaku. mendengar kabar itu aku meneteskan air mata
”sudah ku duga sebelumnya” ucapku dalam hati
”innalillahi wa innailaihi roji’un” ucapku dan kyai Mahfudz bersamaan
”isteri anda terkena tumor leher rahim yang sudah berstadium tinggi. penyakit itu memiliki tanda keputihan yang tiada henti dan bau yang sangat menyengat” lanjutnya. aku meneteskan air mataku membayangkan isteriku semasa hidupnya yang menerangkan padaku mengapa orang da’imul hadats tidak di perbolehkan shalat berjama’ah, ku lirik kyai Mahfudz yang kini telah duduk di sampingku. beliau terlihat shock dengan adanya kabar itu.
”namun tenang bayi anda selamat. dia sangat sehat semua ini karena supplement-suplemen makanan dari sang ibu diserap oleh anak seluruhnya disebabkan tumor itu” lanjut dokter
”baik dok. terimakasih atas usaha anda, semoga allah selalu meridhoi setiap langkah anda. jenazah saudari Nabilah akan kami bawa pulang untuk di tajhiz bersama keluarga. kalau begitu kami permisi” ucapku masih menyisakan air mata di mataku.
”bersabarlah anak muda” ucap kyai Mahfudz yang masih terlihat shock, sama halnya dengan aku yang masih shock dengan kejadian itu. kami membawa kabar menyedihkan itu kepada keluargaku dan keluarga isteriku, tangis mereka meledak di lorong ruang ICU seketika itu juga.

                     *****

             Aku mengedarkan pandangan disekitarku. penuh dengan mobil-mobil yg sejak tadi membunyikan klakson mobilnya. suasana itu semakin lengkap ketika aku ketahui matahari memperlihatkan tampangnya dengan bangga. Begitulah kehidupan di jakarta, macet, polusi, panas menurut kita penduduk jakarta sudah menjadi hal yg biasa.
kabar kesedihan 4 tahun yg lalu itu telah terlewati, setelah 1 tahun aku terpuruk dalam kabar kesedihan, akhirnya aku sadar bahwa Allah tak akan memberikan cobaan kepada manusia diluar kemampuan manusia. aku bersyukur tiada henti atas pemberian rizki terbesar yg di berikan Allah untuk aku. yang berupa buah hati yg sholihah dan secerdas istriku itu.
aku kini sedang duduk dan santai dimobil yg tidak terlalu mewah ini dengan mendengarkan alunan-alunan musik nasyid. Tiba-tiba hp ku berbunyi, aku terjingkat kaget. kupandangi layar HPku ”sudah ku kira” gumamku seraya mengembangkan senyum diwajahku. terbayang di benakku wajah polos tak berdosa, yg bersih serta penuh dengan tanya itu ketika ku menatap layar hpku
“halo Accalamualaikum” terdengar suara salam diseberang sana ya dia adalah buah hatiku yg masih berumur 4 tahun itu.
“Wa’alaikumsalam sayang” jawabku lembut padanya
”abi, abi cekarang ada dimana?” ucapnya lugu
”abi sekarang ada di jalan terjebak arus macet sayang. emang kenapa? ada masalah?” ucapku khawatir
”enggak. abi jangan lupa sholat ya!” ucapnya polos
”iya, abi pasti selalu inget, terimakasih ya udah ngingetin abi” ucapku seraya bangga memiliki anak sepertinya
“ya udah abi. accalamu’alaikum” ”wa’alaikum salam” allah memang mengambil isteriku tapi Allah memberikan lebih. kamilah, buah hatiku yang shalihah dan cerdas itu memberikan aku kesempurnaan hidup dan kesempurnaan agama yang lebih bisa mendekatkanku dengan sang penguasa. hidupku kini penuh dengan ayat-ayat al-Qur’an dzikir serta cahaya shalat yang bisa membuat hatiku tentram bersama buah hatiku tercinta.
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar