Rabu, 02 Maret 2016

AMBURADUL

Dream. Impian. Mungkin bisa dikatakan cita-cita. Menjadi dewasa artinya dituntut untuk memiliki prioritas mimpi yang jelas kemudian memberikan usaha yang maksimal dalam mewujudkannya. Menjalani tingkatan semester akhir, ternyata bukanlah hal yang mudah. Banyak tanggungan fisik, Finansial maupun psikologis yang harus ditata sedemikian rupa untuk menantikan masa depan yang baik.
Tahun ini adalah tahun yang bagi saya sangat berbeban di hati. Meski mencoba bahagia, rasanya sangat sulit. Terlalu banyak impian yang perlu diraih. Namun bingung untuk memulai. Pada awalnya, prioritas saya adalah menyelesaikan hafalan. Namun, sepertinya Ibu kurang setuju dengan keinginan saya yang satu ini. Saya pun akhirnya sadar, sekarang bukan waktunya saya mengejar prioritas yang bagi Ibu sia-sia. Saya pun tidak ingin membebankan Ibu pada masalah finansial. Padahal jika ditelaah tujuan saya tidak lain adalah karena saya sudah lelah untuk mengejar dunia, saya ingin bersemedi dengan Allah, saya ingin merasakan atmosfer positif yang dulu sempat saya rasakan, saya ingin benar-benar fokus pada ibadah kepada Allah yang disambi dengan pendalaman TOEFL untuk persiapan S2 saya. Salahkah?
Namun Ibu tetap meminta saya untuk melanjtkan S2, sedangkan keuangan kami mulai menipis. 1 semester 7,5 juta. Hal yang benar-benar tidak bisa seenaknya saja dibebankan pada Ibu kan? Harapan Ibu, saya harus menjadi sukses atau setidaknya menjadi dosen. Ibu memang memiliki impian yang kuat dan seseorang yang benar-benar kuat. Namun.. Ahh. situasi Psikologis saya akhir-akhir ini benar-benar berantakan. Terlalu banyak pilihan yang harus diseleksi. belum lagi skripsi yang masih berantakan. Sedangkan saya masih bergelut tanpa melakukan sesuatu. Saya sadar itu adalah hal paling salah yang saya lakukan, yang pada kenyataannya adalah saya bingung harus mulai dari yang mana dulu. Kalau sudah seperti ini, rasanya ingin perjuangan ini selesai saja.
Belum lagi tetangga yang mulai suka menjodoh-jodohkan. Oke, stop sampai disini. Impian ini terlalu tinggi. Pikirkan bagaimana caranya kamu bisa gak dikatakan "SARJANA PENGANGGURAN" saja sudah cukup!. Tapi apa? Mau cari kerja dimana? Saya ingin balik ke pondok. Di lain sisi saya ingin kembali ke rumah. Mengabdi pada desa kelahiran saya. Meski di rumah banyak pilihan ngajar, Tapi saya mendapatkan itu atas nama Ayah saya, ini jelas gak boleh dalam hukum. ini namanya NEPOTISME. Ini sangat berlawanan dengan prinsip saya sebenarnya. Apalagi jika saya harus kembali ke sekolah milik saudara saya, apa dikatanya nanti? Maklum saya tidak terlalu akur dengannya. Yaaaa, adalah alasan kuat untuk itu.
Karena itu rencana saya sebelum wisuda ini adalah mendalami TOEFL dan membenarkan skripsi saya dan juga mulai menulis beberapa lamaran pekerjaan untuk menopang biaya S2 saya. Meskipun saya tidak yakin tahun ini bisa lanjut S2 karena biaya yang tidak memungkinkan.
Resolusi saya setelah Juni, saya harus fokus pada kerjaan dan lagi-lagi harus mendalami TOEFL dan IELTS selama setahun sambil cari-cari peluang beasiswa S2. Bisa nggak ya? Pasti bisa kalau usaha, iya kan?
Resolusi saya setahun ke depan bergantung pada hasil setahun itu. Karena jika memang saya nantinya mendapatkan beasiswa, saya akan menjalani S2 yang penuh dengan buku dan membaca. Jika belum juga mendapat beasiswa, berarti saya harus melanjutkan pengajaran saya sambil menyisihkan uang gaji untuk kuliah. Aku pasti bisa S2 kan ya? Impian Ibu adalah agar saya menjadi dosen. Berarti setelah saya diterima S2, saya harus cepet-cepet cari lowongan dosen LB. Hafalan? Nikah? Bagaimana nasib kamu? Jujur, sebenarnya saya lelah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar