Kekerasan. Dari bentuk kata yang
ada, setiap orang akan membayangkannya seperti pukulan, cubitan atau lebih
parahnya lagi menyiram air panas dan sebagainya yang merusak fisik. Namun
tahukah anda wahai para orang dewasa? Kekerasan bukan hanya menyakiti fisik
mereka, namun merusak mental mereka dengan kata-kata pedas, kata-kata kotor
juga merupakan kekerasan, gadget dan pakaian yang tak sesuai dengan usiapun
juga termasuk dalam kriteria kekerasan. Lebih Tepatnya, Kekerasan bisa pula
didefinisikan sebagai peruskan potensi anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kemampuan mereka. Ibarat sebuah
kertas putih yang dicoret-coret tanpa aturan, hanya akan berisi garis yang tak
nyaman dibaca maupun dilihat, garisnya pun tak memberikan makna abstrak
layaknya lukisan abstrak. Namun beda cerita dengan sebuah kertas putih yang
didalamnya tegores guratan tulisan penuh makna ataupun lukisan indah penuh
warna. Maka, Kertas yang murah akan menjadi mahal.
Nah, orang tualah yang berpengaruh penting disini. Bagaimanapun, anak menghabiskan waktunya lebih banyak di rumah dengan perlindungan orang tua dari pada di sekolah dengan guru. Pendidikan yang diterima mereka paling awal adalah orang tua. Sehingga goresan pertama pada kertas anak ditentukan oleh orang tua. Belakangan saya temukan di beberapa daerah saya, kata-kata kotor merupakan dogma bagi anak. layaknya hak paten. Ditambah lagi jika seorang anak telah ditetapkan potensinya dengan perkataan jawa misalnya “goblok!”, “budek”. Jelas ini sangat menjatuhkan anak. Maka jangan salahkan anak, saat ia tak mau maju. Karena dibenaknya akan terukir bahwa aku adalah anak yang bodoh, anak yang dungu.
Pada
zaman teknologi yang canggih, sebenarnya masyarakat terutama orang tua mulai
salah mendidik anak. Anak yang usianya belum mencapai akil baligh, sudah
dijejali dengan pakaian yang seksi serta alat-alat teknologi yang canggih.
Maksud orang tua memang baik, hanya untuk membahagiakan anak. Namun, mereka tak
pernah berpikir bahwa hal itu akan membuat goresan buruk bagi anak yang
nantinya akan menjadikan semakin tak terbacanya potensi anak. Dari kasus JIS,
seorang peneliti psikologi anak mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
pelecehan seksual pada anak tak ayal memang salah orang tua. Pakaian seksi yang
diberikan pada anak, menjadikan para penahan nafsu seks memberontak dan justru
menjadikan anak sebagai pelampiasan nafsu.
Dilihat
dari kasus yang ada tersebut, setidaknya menjadi kiblat bagi kaum orang tua
agar memberikan apa yang terbaik buat anak, bukan memberikan apa yang menurut
mereka dapat membuat anak bahagia. Jika saya melihat anak-anak, ada kepolosan
di mata mereka yang tak mungkin menuntut keinginan untuk berpakaian seksi
maupun gadget yang canggih sekalipun. Namun, saat anak terbiasa menggunakannya
di masa kecil, maka tak menutup kemungkinan di masa remaja mereka nanti, mereka
akan menuntut barang-barang tersebut sebagai pendampingnya. Saat-saat itulah
yang menentukan bagaimana prestasi mereka, apakah potensi mereka yang telah ada
sejak ia dilahirkan akan muncul?. Maka orang tualah penentu masa depan anak.
Karena itu, STOP KEKERASAN dalam bentuk apapun. Mereka tak berdosa apapun.
Mereka hanya dilahirkan dengan potensi yang berbeda-beda, mereka ingin mencapai
potensi itu. Hanya saja mereka diliputi norma yakni Birrul Waalidain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar