Minggu, 02 Februari 2014

Kemajuan Fashion Vs Me

            Kemajuan fashion kini membuat dunia cewek terutama semakin modis. Namun, tak jarang kemajuan fashion justru membuat kita tak semakin indah tetapi cenderung membuat kita lupa akan diri kita. Dari lupa akan siapa diri kita merambah menjadi kelupaan kepada akhlak kita kepada tuhan. Yah, itu seringkali terjadi pada kita terutama kaum cewek yang punya berjuta-juta model pakaian. Dari ujung kepala hingga ujung kaki saja sudah ada lebih dari seratus model yang bisa digunakan untuk menjadikan diri semakin tampil cantik dan modis. Keistimewaan luar-biasa memang saat bisa menggaet hati banyak cowok.
Dunia fashion pun kini merambah ke penjuru dunia Islam. Dari model kerudung yang bermacam-macam, baju sedemikian rupa agar tak ketinggalan dengan fashion yang tak sesuai islam. Mungkin ini adalah cara dakwah terbaru, membuat diri semakin menarik dengan fashion Islam terbaru, membuat non-islamic fashion agar tertarik untuk berhijab atau berfashion ala islami. Fashion islami ini kemudin di kritik keras oleh kaum islam radikal yang kemudian mencetuskan fashion syar'i.
Alasan ini pun menurut saya, memang tepat untuk mengkritik degradasi moral yang terjadi. Fashion, adalah yang menentukan moral seseorang. Bukannya saya termasuk islam radikal, namun dari fashion lah terlihat, bagaimana moral orang tersebut. Awalnya memang saya ingin mengikuti fashion yang berkembang, agar tidak dikatakan ketinggalan jaman. Namun, Saya kemudian menemukan bagaimana fashion yang tepat menurut islam. Allah swt dalam surat an-Nur ayat ke 31 berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِناتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصارِهِنَّ وَ يَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَ لا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ ما ظَهَرَ مِنْها وَ لْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلى‏ جُيُوبِهِنَّ وَ لا يُبْدينَ زينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبائِهِنَّ أَوْ آباءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنائِهِنَّ أَوْ أَبْناءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ إِخْوانِهِنَّ أَوْ بَني‏ أَخَواتِهِنَّ أَوْ نِسائِهِنَّ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُنَّ أَوِ التَّابِعينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلى‏ عَوْراتِ النِّساءِ وَ لا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ ما يُخْفينَ مِنْ زينَتِهِنَّ وَ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَميعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
(Wahai Rasulullah) Dan katakanlah kepada kaum wanita yang beriman  agar mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali sesuatu yang (biasa) tampak darinya. Hendaknya mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka (sehingga dada mereka tertutupi), janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali untuk suami-suami mereka, atau ayah dari suami-suami mereka atau putra-putra mereka, atau anak laki-laki dari suami-suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara-saudara laki-laki mereka, atau anak laki-laki dari saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka atau budak-budak mereka atau laki-laki (pembantu di rumah) yang tidak memiliki syahwat atau anak kecil yang tidak paham terhadap aurat wanita. Dan janganlah kalian mengeraskan langkah kaki kalian sehingga diketahui perhiasan yang tertutupi (gelang kaki). Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian semua kepada Allah swt supaya kalian termasuk orang-orang yang beruntung.
                Ayat diatas, sangat membuat saya berpikir dua kali untuk mengikuti fashion saat ini. Meski seringkali ingin ikut tampil cantik. Namun, apalah artinya cantik di mata manusia, jika akhirnya menyisakan penyesalan di akhirat. bukankah kecantikan yang sebenarnya akan tumbuh dari hati, tanpa menampakkannya melalui pakaian?
                Sedikit bercerita tentang pengalaman saya saat mengikuti acara reoni pesantren. Saya terus memandang kawan lama saya itu. Kerudung model apapun mereka pakai asal modis. Saya turut senang melihat model kerudung mereka yang bermacam-macam. Mereka terlihat cantik, begitupun dengan model pakaian mereka yang tentunya tak ketinggalan jaman. Lalu saya melihat diri saya. Hah, inilah diri saya pakaian yang tetap seperti di ma’had dulu, atasan dua centi di bawah pantat, dan rok panjang yang mensempurnakan pakaian ala santri saya. Dengan jilbab dan bros di bawah untuk menutup dada. Persis di ma’had dulu. Hanya saja ada dua perbedaan dalam diri saya yang turut menyempurnakan dunia fashion ala santri saya. Daleman kerudung yang mencegah rambut saya kabur dari kediamannya serta kaos kaki yang membalut kulit kaki saya yang baru saya sadari bahwa kulit itu adalah aurat.
                Kembali saya tersenyum kecut pada diri saya sendiri. Pakaian tanpa modis. Pakaian ini yang membuat saya disangka sebagai salah seorang ustadzah di ma’had. Saya tersenyum kembali, di sisi lain mungkin saya tersindir dengan pakaian ala jadul Meskipun saya sudah hidup di kehidupan modern yang jauh berbeda dengan kehidupan pesantren. Namun, di sisi lain saya merasa terhormat karena keimanan saya di setarakan dengan mereka para ustadzah. Saya melihat diri saya kembali, menghibur diri saya yang tak berminat dengan fashion saat ini. Berkata pada diri saya sendiri. Bukankah saat badanmu tertutup, tidak akan mengundang syahwat bagi yang lain? Bukankah saat badanmu tertutup, justru kamu akan mengundang orang yang mencintaimu apa adanya?.

      Di pesantren saya diajarkan cara berpakaian menurut syariah. Mulai ujung kepala sampai ujung kaki, Termasuk perhiasan dan sebagainya yang turut andil dalam dunia fashion. Dari sana saya dapatkan dasarnya dan kemudian saya kembangkan dan saya tambah jika ada yang kurang. Saya tak ingin menjadi orang yang merugi. Bukankah orang yang beruntung adalah orang menjadikan dirinya lebih baik dari sebelumnya. Memang sulit mempertahankan adat pesantren yang terlihat ketinggalan zaman, namun saya berusaha membuatnya mudah. Kuncinya, cukup tutup telinga terhadap cacian orang lain. Saya cukup merasa beruntung bisa belajar di lingkungan islam inilah yang membuat hati saya tak tergoda dengan arus fashion yang ada saat ini. Saya cukup bercermin kepada orang lain yang mampu menutup aurat secara sempurna meski bukan lulusan pesantren. Ini yang seringkali membuat saya terus merasa malu, saat saya tidak bisa lebih dari mereka. Hingga akhirnya, saya memilih fashion yang tepat dan insyaallah di ridhoi oleh Allah. Terimakasih tuhan, Engkau masih menyadarkanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar