“apa
salahnya?? ia tak pernah sekalipun merasakan kasih sayang ayahnya. Tolonglah
izinkan dia pergi. Lagipula ia sudah umur 8 tahun. Itu janjimu kan?? Kenapa kau
begitu keras kepala kak??” Ucap tante Nita yang merupakan adik dari ayah.
Tujuan tante ke Indonesia tidak lain hanyalah untuk mengajakku ke
Amerika. Tempat ayah berada. Ayah tak bersama keluarga kecil kami sejak aku
dilahirkan. Entahlah, mereka pun menyembunyikan alasan perpecahan keluarga
kecil kami dariku. Ayah tengah sakit parah saat ini dan ayah ingin bertemu
denganku sebelum ajal menjemputnya. Namun, Ibu yang memiliki hak asuh atas
diriku sejak perceraian itu bersih keras melarangku untuk sekedar menengok Ayah.
*****
Siang itu memang ulang tahunku yang ke-8, waktu yang dijanjikan ibu kepada ayah untuk bisa menemuiku. Dan benar, beliau menemuiku melalui perantara. Aku tak tega. Aku pun merindukan kasih sayang seorang Ayah. Yah, ayah adalah Sosok yang bisa menegarkan Kakakku. Kakakku orang yang hebat. Bahkan ia memenangkan banyak lomba Jurnalistik di awal kedewasaannya. Ia pun selalu mendapatkan prestasi di sekolahnya dengan selalu mendapatkan peringkat 3 besar dari total jumlah siswa di sekolah itu.
Kakak begitu membanggakan jika di ukur dengan kaum hawa pada
umumnya. Bahkan ia pun selalu membuatku tetap tegar di tengah ketiadaan Ayah di
sisiku. Aku menghela nafas panjang. Membiarkan udara memasuki seluruh rongga
paru-paruku. Bahkan aku mulai berpikir, apa yang bisa aku banggakan?. Aku lah
yang seharusnya melindungi keluargaku. Akulah satu-satunya kaum adam yang
seharusnya melindungi mereka. Namun, dua kaum hawa inilah yang justru
melindungiku. Ah, betapa tak berartinya keberadaanku. Tak ada harapan bagiku.
Kedatangan tante membuatku memiliki harapan. Barangkali aku bisa
menjadi sukses di Amerika dengan tampangku yang blesteran mengingat tanteku pun
sempat menyanjung wajahku yang tampan ini. Barangkali aku bisa menjadi model
majalah disana dan setelah itu aku bisa membahagiakan kedua wanita yang aku
sayangi. Yah, aku mendapatkan harapan dan aku yakin bisa terwujud. Aku pun ikut
merayu ibu. Dengan ukuran tubuhku yang imut, aku menyampaikan alasanku itu. Ibu
hanya tersenyum melihat tingkahlakuku yang bahkan terlalu berpikir dewasa untuk
ukuran anak seumurku. Dan Ibu menyetujuinya. Mungkin tak tega melihatku, atau
mungkin impianku terwujud. Namun di mata beliau tercermin wajah kecemasan yang
tak biasa.
*****
Benda keras itu menindih badan
tanteku yang tengah melindungiku. Aku hanya menangis tak terkira. Aku takut
kehilangan tante, hanya dia yang ku miliki saat ini. Namun, sayangnya takdir
tak sesuai harapan. Tante meninggal seketika itu juga. Aku tak tau, aku harus
kemana. Anak umur 8 tahun yang bahkan tak tau tempat itu sebelumnya. Aku hanya
mampu menangis menyesali perbuatanku yang terlalu memaksakan diri menemui Ayah.
Badan mungilku yang lemas oleh
tindihan pesawat yang aku tumpangi, berhasil membuat banyak pihak gugup akan
keadaanku. Beberapa orang menghampiriku. Mereka berbicara bahasa Inggris. “Ah,
mengapa begini. Aku bahkan tak tau mereka membicarakan apa.” Gerutuku keras.
Sepertinya mereka tau aku orang Indonesia. Seorang dokter yang ternyata dari
Indonesia berbicara padaku.
“Hai
nak, kau sudah sadar? Aku menantimu dari tadi. Maaf nak, aku harus
mengatakannya. Ibumu telah tiada. Semoga kau bisa tabah. Aku tau kau orang
Indonesia. Tapi, apa kau tau alamat rumahmu? Aku akan membantumu.” Ucap dokter
itu tanpa memberikan jedah untuk menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi itu.
“Apa
maksudmu dok? Dia bukan ibuku. Dia tanteku. Aku memang orang Indonesia tapi aku
tak pernah hafal rumahku.”
“kemana
tujuanmu?”
“Amerika.
Ayahku disana. Ia sakit parah.”
“apa
kau tau alamat ayahmu?” aku menggeleng. Mereka mulai resah. Mungkin ia bingung
aku akan diungsikan kemana lagi.
“can
I take him with me? I think he is very nice boy” seorang lelaki tua itu datang
dengan jas rapinya setelah menyadari keresahan para dokter itu.
“of
course” ucap mereka serentak. Sejenak aku berpikir. Apakah aku dijual?. Tapi
aku yakin dia orang yang baik.
Aku dibawanya ke sebuah Rumah megah dengan
disertai gonggongan anjing di dalamnya. Wow, ini mirip di film Hollywood.
Apakah aku bermimpi?. Aku ingin segera bangun jika ini benar-benar mimpi. Aku
tak ingin jatuh terlalu sakit karena mimpi ini.
“Apa
yang kau lakukan? Masuklah!” aku paham sekali dia orang Inggris yang berusaha
berbicara bahasa Indonesia untuk memahamkanku.
“apa
anda sendirian di rumah semegah ini?”
“aku
hidup dengan seorang istri. Namun, kami tak dikaruniai anak. Itulah alasan aku
mengajakmu. Karena aku yakin kau akan bertanya akan hal itu. oh iya, apa
agamamu?”
“aku?
Islam.”
“aku
akan membuatkan masakan yang sesuai dengan aturan agamamu.”
“terimakasih.”
*****
15
tahun kemudian..
Aku tak pernah menyangka.
Mendapatkan keluarga yang kaya raya dan sangat baik. Mereka menghargai
perbadaan antara aku dan mereka. bahkan aku pun dapat menghasilkan uang sendiri
karena mereka. Aku kini menjadi host di suatu acara dari salah satu stasiun
televisi swasta. Aku seringkali mempertemukan orang yang lama tak berjumpa di
acara ini. Mendadak aku merindukan kasih sayang kakak dan Ibuku. Kadang aku
merasa iri dengan mereka, mereka masih bisa bertemu. Namun aku?. Ayah. Ah,
mengapa aku begitu saja lupa dengan tujuan utamaku?. Apa dia sudah sembuh, atau
malah semakin parah?. Aku ingin pulang ke Indonesia. Namun, dimana aku bisa
menemukan alamat rumahku yang dulu?
“nak,
kemarilah!”ucap lelaki paroh baya itu.
“iya
pa. Ada apa?”
“Apa
kau tak melihat apa yang kulakukan untukmu?”
“televisi?
Bukankah kita sudah punya televisi? Apakah belum cukup?. Aku terlalu cukup
untuk semua ini. Aku sangat berterimakasih tentang semua ini.”
“papa
lihat kau agak murung akhir-akhir ini. Aku pikir, kau mungkin merindukan
kampung halamanmu.” Mataku mendadak meneteskan air mata. Apa-apaan ini. Aku
menangis? Sejak kapan lelaki dewasa bisa menangis? Aku memeluk seseorang itu
dengan penuh kasih sayang. Andai aku dulu merasakan pelukan seorang ayah, hal
ini mungkin akan terlihat wajar saja.
“sudah.
Nikmatilah hadiahmu selagi menegermu belum menghubungimu” ucapnya dengan
langkah tegap. Aku mengangguk.
Aku menyalakan televisi itu. Apa
ini? Kecelakaan pesawat yang ku alami dulu? Mengapa mereka masih
membicarakannya?. Kakakku dan Ibuku pastilah akan semakin terluka melihatnya.
Mungkin mereka berdua menyangka aku tiada lagi di dunia ini. Ah, Aku benar-benar
merindukan mereka.
Siang itu aku merasa sedikit pusing.
Aku memutuskan untuk pergi ke dokter terdekat. Yah, bulan ini sangat
melelahkan. Aku terlalu banyak shooting. Kepala ini serasa sangat berat untuk
di sanggah. Tuhan, apa yang terjadi padaku?.
“sedikit
ada retakan di kepalamu. Apa kau pernah terjatuh dan mengenai kepalamu?” ucap
seorang dokter.
“ya.
Aku jatuh pada saat kecelakaan pesawat 15 tahun yang lalu.”
“apa
kau anak itu? anak yang dibawa oleh Mr. Michael itu?”
“ya.
Kenapa kau menatapku demikian?”
“aku
mendapatkan identitasmu nak.” Aku tak percaya. Namun ini serasa mimpi yang
nyata.
“ini,
aku sempat memeriksa tas tantemu yang meninggal itu dan aku temukan kertas ini dalam
dompetnya.” Ia mengulurkan kertas kecil bertuliskan alamat. Yah, aku terlalu
pelupa untuk mengingat bahkan untuk alamatku sendiri sejak kecelakaan itu.
“apa
kau tak ingin mengobati retakanmu? Lukanya sudah melebar hampir ke seluruh
bagian kepala. Ini akan semakin parah jika kau terlambat mengobatinya.”
“aku
akan memikirkannya nanti. Aku akan pergi sekarang. Kau yang terbaik dokter. Aku
punya rencana besar.” Aku terlampau bahagia. Aku akan bertemu dengan orang yang
aku rindukan. Ibu dan kakakku. Aku tuliskan proposal penawaran rencana acara di
acara stasiun TV itu. yes, produser menyetujui. Aku akan menuliskan surat untuk
ibu, aku ingin memberikan surprise untuk Ibu bahwa aku baik-baik saja. Ibu akan
datang ke stasiun itu, dan ibu pasti tak menyangka anaknya bisa sesukses ini. Acara
pertemuan aku dan ibu ditetapkan akan diadakan dua minggu lagi.
*****
“kenapa
kau begitu bersemangat hari ini? Apa kau akan berkencan dengan seseorang?” ucap
Papa padaku.
“tidak.
Aku akan bertemu dua wanita yang aku rindukan. Papa, terimakasih. Jasamu
terlalu besar untukku. Mungkin setelah ini, aku akan kembali ke Indonesia.
Menemani dan melindungi Ibu dan kakakku. Aku tau, ini terlalu berat untukmu dan
Mama. Namun, aku pun harus membalas jasa mereka padaku.”
“tak
papa. Jadilah lelaki yang berbakti. Jangan kau sia-siakan perempuanmu. Jaga
mereka. Aku pernah melakukannya, namun kau tidak boleh mengulang kesalahanku.”
Ucapnya dengan mengusap air mata yang hampir menetes di pipinya. Aku tak tau ia
serapuh itu.
“mengapa
kau tak pernah menceritakannya padaku? Aku akan membantumu, meskipun aku lebih
muda darimu. Kau tau semua rahasiaku, namun mengapa kau tutupi masalahmu? Hari
ini, aku pertama kali melihatmu serapuh itu. bahkan kau yang mengusap air
mataku saat aku sendiri setelah kecelakaan itu. Namun, aku tak pernah mengusap
air matamu di saat kau serapuh ini.” Sejenak aku berhenti melawan nafas dan ego
yang berusaha keluar dari pikiranku.
“Papa,
kaulah yang terbaik. Jangan menangis karena masa lalu. Inilah kau yang sekarang,
yang berani bangkit. Aku bangga pernah menjadi anakmu. Sudahkah kau meminta
maaf padanya?” lanjutku menenangkan sosok yang rapuh itu.
“ya,
tapi dia tak mudah memaafkan. Aku pergi dari hidupnya agar dia tak tersakiti.
Aku mencintai Mamamu sebelum aku menikahinya.” Jelasnya.
“sudahlah,
dia akan mengerti. Pa, aku pergi. Maaf, aku takut terlambat. Lihatlah acaraku
nanti. Aku berencana mempertemukan kau dan Mama dengan kakak dan Ibu.” Aku
tersenyum dan pergi.
*****
Acara ini tak pernah mengugupkanku
sebelumnya. Namun mengapa hari ini aku merasa gugup?. Aku tak sabar menanti.
Hitungan mundur dari 10 telah di mulai pertanda acara ini akan segera di mulai.
Pertama, aku akan mengizinkan kakak dan Ibu masuk.
“inilah,
bintang tamu dari Indonesia kita, Ibu sarah dan Nyonya Kirana.”
“sssstt.
Hanya satu bintang tamu dari Indonesia hari ini.”ucap seorang cameramen
mengingatkan.
“benarkah??”
Tak lama kemudian, kakak datang. Aku
berhasil. Dia tak mengenaliku. Namun, aku masih saja celingukan mencari wanita
yang kurindu itu.
“selamat
datang Nyonya Kirana.” Ucapku ramah. Lalu ia membisikkan sesuatu saat aku
menyalaminya.
“aku
hanya datang sendiri. Ibu Sarah telah lama meninggal. Namun, aku bisa
menggantikannya. Tenang saja. Acara ini akan tetap berjalan.” Aku terhentak. Kau
tau? Kecewa yang tiada tara. Aku menantikan momen ini, namun Ibu? Apa yang
terjadi padanya? Bahkan aku tak sempat membalas jasanya di saat aku benar-benar
bisa membalas jasanya?. Mataku mulai berkaca-kaca. “kau ingin menghancurkan
acaranya?” bisikku dalam hati.
“wow,
kau terlihat begitu tabah dengan semua musibah ini.” Apa yang terjadi? Suaraku
mulai serak habis di makan luka hati yang sesak saat di pendam. Aku tahan
kembali tangis yang seakan-akan ingin aku teriakkan.
“kau
tersenyum seakan-akan kau merindukan seseorang dan dapat bertemu dengannya hari
ini.”
“ya.
Tentu saja, dia adikku. Itu sudah lama sekali sejak kecelakaan pesawat itu. Aku
dan Ibu mengira ia meninggal. Namun, ternyata ia masih hidup. Seandainya Ibu
tau akan hal ini lebih cepat. Aku yakin mata Ibu takkan buta sebelum ia
meninggal. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena mengizinkannya pergi.” Tuhan,
aku semakin ingin menjerit. Aku ingin meminta maaf. Namun aku masih bisa
menahannya. Ini perlu sedikit unsur pendramaan.
“cerita
yang sangat mengharukan. Bahkan aku pun ingin meneteskan air mata Nyonya.” Ia
hanya tersenyum di balik tangis bahagianya untuk bertemu aku.
“sebelum
kita berlanjut, saya panggilkan bintang tamu selanjutnya. Mr Michael yang
selama 15 tahun mengasuh adik dari Nyonya Kirana. Silahkan masuk Mr.Michael.”
ucapku dengan nada yang agak tak bersemangat. Entah, aku ingin segera pergi
dari ruangan ini. Ingin menjerit atas meninggalnya Ibu. Aku lemas, sungguh
lemas. Papa datang, kakak pun segera mungkin mendongak untuk melihat orang yang
berjasa mengasuh adiknya sampai kini.
“kau?”
ucap kakakku dengan nada tinggi ala orang yang pernah bertemu.
“Apa
maksudmu mempertemukan aku dengannya?” suara kakak semakin meninggi.
Seakan-akan dia melampiaskan amarahnya padaku.
“ka..
kalian telah saling mengenal?” aku gugup setengah mati. Apalagi yang akan
terjadi kali ini?
“tentu.
Dia yang pernah menerlantarkan aku dan Ibu. Ia membela cintanya demi
orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Munafik. Keji. Kau beruntung bisa
mengasuh adikku selama 15 tahun bahkan Ibu hanya mampu mengasuhnya 8 tahun. Itu
bukan yang kau inginkan? Seorang anak laki-laki yang seharusnya menjadi
pelindung kami justru kau ambil diam-diam. Kau licik. Bahkan aku tak pernah
ingin memiliki Ayah sepertimu!!” ucap kakak lantang. Papa hanya diam, aku
sempat melihat mata rapuhnya yang mulai basah oleh air mata yang ia tahan
selama 23 tahun sebelum aku terkapar. Semua orang gugup tak terhingga. Papa
sibuk mencari bantuan. Kakak malah diam dan menghampiri salah satu cameramen.
“dimana
adikku? Aku ingin segera membawanya pergi. Aku tak tahan bertemu dengannya.”
Ucap kakak pada cameramen itu.
“dia.
Yang terkapar itulah adikmu.” Ucap cameramen itu. mendengar itu, kakak segera
mungkin menghampiriku dengan tangisan yang berlebihan dan berusaha melindungiku
dari sentuhan Papa.
Namun, aku hanya bisa melihat dari
jauh kejadian itu. kakak, maafkan aku. Aku bahkan belum memberi taumu tentang
aku. Retakan pada kepala itulah yang menyebabkan Ruhku menuntutku keluar dari
jasadku. Jangan kau salahkan Ayah. Karena akulah yang salah karena
mempertemukanmu dengannya. Ayah, jangan menangis karena kesalahanmu. Kau hanya
perlu sedikit bersabar menghadapi kakakku. Aku telah bertemu Ibu yah. Dia telah
memaafkanmu. Jadi biarkan aku pergi dengan tenang, tanpa beban. Karena aku
telah bertemu kalian yang aku rindukan. Keluarga besarku. Maafkan aku yang
pergi tanpa pamit. Maafkan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar