Selasa, 18 Februari 2014

Rindu Keluarga

“apa salahnya?? ia tak pernah sekalipun merasakan kasih sayang ayahnya. Tolonglah izinkan dia pergi. Lagipula ia sudah umur 8 tahun. Itu janjimu kan?? Kenapa kau begitu keras kepala kak??” Ucap tante Nita yang merupakan adik dari ayah.
Tujuan tante ke Indonesia tidak lain hanyalah untuk mengajakku ke Amerika. Tempat ayah berada. Ayah tak bersama keluarga kecil kami sejak aku dilahirkan. Entahlah, mereka pun menyembunyikan alasan perpecahan keluarga kecil kami dariku. Ayah tengah sakit parah saat ini dan ayah ingin bertemu denganku sebelum ajal menjemputnya. Namun, Ibu yang memiliki hak asuh atas diriku sejak perceraian itu bersih keras melarangku untuk sekedar menengok Ayah.
*****

Siang itu memang ulang tahunku yang ke-8, waktu yang dijanjikan ibu kepada ayah untuk bisa menemuiku. Dan benar, beliau menemuiku melalui perantara. Aku tak tega. Aku pun merindukan kasih sayang seorang Ayah. Yah, ayah adalah Sosok yang bisa menegarkan Kakakku. Kakakku orang yang hebat. Bahkan ia memenangkan banyak lomba Jurnalistik di awal kedewasaannya. Ia pun selalu mendapatkan prestasi di sekolahnya dengan selalu mendapatkan peringkat 3 besar dari total jumlah siswa di sekolah itu.
Kakak begitu membanggakan jika di ukur dengan kaum hawa pada umumnya. Bahkan ia pun selalu membuatku tetap tegar di tengah ketiadaan Ayah di sisiku. Aku menghela nafas panjang. Membiarkan udara memasuki seluruh rongga paru-paruku. Bahkan aku mulai berpikir, apa yang bisa aku banggakan?. Aku lah yang seharusnya melindungi keluargaku. Akulah satu-satunya kaum adam yang seharusnya melindungi mereka. Namun, dua kaum hawa inilah yang justru melindungiku. Ah, betapa tak berartinya keberadaanku. Tak ada harapan bagiku.
Kedatangan tante membuatku memiliki harapan. Barangkali aku bisa menjadi sukses di Amerika dengan tampangku yang blesteran mengingat tanteku pun sempat menyanjung wajahku yang tampan ini. Barangkali aku bisa menjadi model majalah disana dan setelah itu aku bisa membahagiakan kedua wanita yang aku sayangi. Yah, aku mendapatkan harapan dan aku yakin bisa terwujud. Aku pun ikut merayu ibu. Dengan ukuran tubuhku yang imut, aku menyampaikan alasanku itu. Ibu hanya tersenyum melihat tingkahlakuku yang bahkan terlalu berpikir dewasa untuk ukuran anak seumurku. Dan Ibu menyetujuinya. Mungkin tak tega melihatku, atau mungkin impianku terwujud. Namun di mata beliau tercermin wajah kecemasan yang tak biasa.
*****
            Benda keras itu menindih badan tanteku yang tengah melindungiku. Aku hanya menangis tak terkira. Aku takut kehilangan tante, hanya dia yang ku miliki saat ini. Namun, sayangnya takdir tak sesuai harapan. Tante meninggal seketika itu juga. Aku tak tau, aku harus kemana. Anak umur 8 tahun yang bahkan tak tau tempat itu sebelumnya. Aku hanya mampu menangis menyesali perbuatanku yang terlalu memaksakan diri menemui Ayah.
            Badan mungilku yang lemas oleh tindihan pesawat yang aku tumpangi, berhasil membuat banyak pihak gugup akan keadaanku. Beberapa orang menghampiriku. Mereka berbicara bahasa Inggris. “Ah, mengapa begini. Aku bahkan tak tau mereka membicarakan apa.” Gerutuku keras. Sepertinya mereka tau aku orang Indonesia. Seorang dokter yang ternyata dari Indonesia berbicara padaku.
“Hai nak, kau sudah sadar? Aku menantimu dari tadi. Maaf nak, aku harus mengatakannya. Ibumu telah tiada. Semoga kau bisa tabah. Aku tau kau orang Indonesia. Tapi, apa kau tau alamat rumahmu? Aku akan membantumu.” Ucap dokter itu tanpa memberikan jedah untuk menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi itu.
“Apa maksudmu dok? Dia bukan ibuku. Dia tanteku. Aku memang orang Indonesia tapi aku tak pernah hafal rumahku.”
“kemana tujuanmu?”
“Amerika. Ayahku disana. Ia sakit parah.”
“apa kau tau alamat ayahmu?” aku menggeleng. Mereka mulai resah. Mungkin ia bingung aku akan diungsikan kemana lagi.
“can I take him with me? I think he is very nice boy” seorang lelaki tua itu datang dengan jas rapinya setelah menyadari keresahan para dokter itu.
“of course” ucap mereka serentak. Sejenak aku berpikir. Apakah aku dijual?. Tapi aku yakin dia orang yang baik.
            Aku dibawanya ke sebuah Rumah megah dengan disertai gonggongan anjing di dalamnya. Wow, ini mirip di film Hollywood. Apakah aku bermimpi?. Aku ingin segera bangun jika ini benar-benar mimpi. Aku tak ingin jatuh terlalu sakit karena mimpi ini.
“Apa yang kau lakukan? Masuklah!” aku paham sekali dia orang Inggris yang berusaha berbicara bahasa Indonesia untuk memahamkanku.
“apa anda sendirian di rumah semegah ini?”
“aku hidup dengan seorang istri. Namun, kami tak dikaruniai anak. Itulah alasan aku mengajakmu. Karena aku yakin kau akan bertanya akan hal itu. oh iya, apa agamamu?”
“aku? Islam.”
“aku akan membuatkan masakan yang sesuai dengan aturan agamamu.”
“terimakasih.”
*****
15 tahun kemudian..
            Aku tak pernah menyangka. Mendapatkan keluarga yang kaya raya dan sangat baik. Mereka menghargai perbadaan antara aku dan mereka. bahkan aku pun dapat menghasilkan uang sendiri karena mereka. Aku kini menjadi host di suatu acara dari salah satu stasiun televisi swasta. Aku seringkali mempertemukan orang yang lama tak berjumpa di acara ini. Mendadak aku merindukan kasih sayang kakak dan Ibuku. Kadang aku merasa iri dengan mereka, mereka masih bisa bertemu. Namun aku?. Ayah. Ah, mengapa aku begitu saja lupa dengan tujuan utamaku?. Apa dia sudah sembuh, atau malah semakin parah?. Aku ingin pulang ke Indonesia. Namun, dimana aku bisa menemukan alamat rumahku yang dulu?
“nak, kemarilah!”ucap lelaki paroh baya itu.
“iya pa. Ada apa?”
“Apa kau tak melihat apa yang kulakukan untukmu?”
“televisi? Bukankah kita sudah punya televisi? Apakah belum cukup?. Aku terlalu cukup untuk semua ini. Aku sangat berterimakasih tentang semua ini.”
“papa lihat kau agak murung akhir-akhir ini. Aku pikir, kau mungkin merindukan kampung halamanmu.” Mataku mendadak meneteskan air mata. Apa-apaan ini. Aku menangis? Sejak kapan lelaki dewasa bisa menangis? Aku memeluk seseorang itu dengan penuh kasih sayang. Andai aku dulu merasakan pelukan seorang ayah, hal ini mungkin akan terlihat wajar saja.
“sudah. Nikmatilah hadiahmu selagi menegermu belum menghubungimu” ucapnya dengan langkah tegap. Aku mengangguk.
            Aku menyalakan televisi itu. Apa ini? Kecelakaan pesawat yang ku alami dulu? Mengapa mereka masih membicarakannya?. Kakakku dan Ibuku pastilah akan semakin terluka melihatnya. Mungkin mereka berdua menyangka aku tiada lagi di dunia ini. Ah, Aku benar-benar merindukan mereka.
            Siang itu aku merasa sedikit pusing. Aku memutuskan untuk pergi ke dokter terdekat. Yah, bulan ini sangat melelahkan. Aku terlalu banyak shooting. Kepala ini serasa sangat berat untuk di sanggah. Tuhan, apa yang terjadi padaku?.
“sedikit ada retakan di kepalamu. Apa kau pernah terjatuh dan mengenai kepalamu?” ucap seorang dokter.
“ya. Aku jatuh pada saat kecelakaan pesawat 15 tahun yang lalu.”
“apa kau anak itu? anak yang dibawa oleh Mr. Michael itu?”
“ya. Kenapa kau menatapku demikian?”
“aku mendapatkan identitasmu nak.” Aku tak percaya. Namun ini serasa mimpi yang nyata.
“ini, aku sempat memeriksa tas tantemu yang meninggal itu dan aku temukan kertas ini dalam dompetnya.” Ia mengulurkan kertas kecil bertuliskan alamat. Yah, aku terlalu pelupa untuk mengingat bahkan untuk alamatku sendiri sejak kecelakaan itu.
“apa kau tak ingin mengobati retakanmu? Lukanya sudah melebar hampir ke seluruh bagian kepala. Ini akan semakin parah jika kau terlambat mengobatinya.”
“aku akan memikirkannya nanti. Aku akan pergi sekarang. Kau yang terbaik dokter. Aku punya rencana besar.” Aku terlampau bahagia. Aku akan bertemu dengan orang yang aku rindukan. Ibu dan kakakku. Aku tuliskan proposal penawaran rencana acara di acara stasiun TV itu. yes, produser menyetujui. Aku akan menuliskan surat untuk ibu, aku ingin memberikan surprise untuk Ibu bahwa aku baik-baik saja. Ibu akan datang ke stasiun itu, dan ibu pasti tak menyangka anaknya bisa sesukses ini. Acara pertemuan aku dan ibu ditetapkan akan diadakan dua minggu lagi.
*****
“kenapa kau begitu bersemangat hari ini? Apa kau akan berkencan dengan seseorang?” ucap Papa padaku.
“tidak. Aku akan bertemu dua wanita yang aku rindukan. Papa, terimakasih. Jasamu terlalu besar untukku. Mungkin setelah ini, aku akan kembali ke Indonesia. Menemani dan melindungi Ibu dan kakakku. Aku tau, ini terlalu berat untukmu dan Mama. Namun, aku pun harus membalas jasa mereka padaku.”
“tak papa. Jadilah lelaki yang berbakti. Jangan kau sia-siakan perempuanmu. Jaga mereka. Aku pernah melakukannya, namun kau tidak boleh mengulang kesalahanku.” Ucapnya dengan mengusap air mata yang hampir menetes di pipinya. Aku tak tau ia serapuh itu.
“mengapa kau tak pernah menceritakannya padaku? Aku akan membantumu, meskipun aku lebih muda darimu. Kau tau semua rahasiaku, namun mengapa kau tutupi masalahmu? Hari ini, aku pertama kali melihatmu serapuh itu. bahkan kau yang mengusap air mataku saat aku sendiri setelah kecelakaan itu. Namun, aku tak pernah mengusap air matamu di saat kau serapuh ini.” Sejenak aku berhenti melawan nafas dan ego yang berusaha keluar dari pikiranku.
“Papa, kaulah yang terbaik. Jangan menangis karena masa lalu. Inilah kau yang sekarang, yang berani bangkit. Aku bangga pernah menjadi anakmu. Sudahkah kau meminta maaf padanya?” lanjutku menenangkan sosok yang rapuh itu.
“ya, tapi dia tak mudah memaafkan. Aku pergi dari hidupnya agar dia tak tersakiti. Aku mencintai Mamamu sebelum aku menikahinya.” Jelasnya.
“sudahlah, dia akan mengerti. Pa, aku pergi. Maaf, aku takut terlambat. Lihatlah acaraku nanti. Aku berencana mempertemukan kau dan Mama dengan kakak dan Ibu.” Aku tersenyum dan pergi.
*****
            Acara ini tak pernah mengugupkanku sebelumnya. Namun mengapa hari ini aku merasa gugup?. Aku tak sabar menanti. Hitungan mundur dari 10 telah di mulai pertanda acara ini akan segera di mulai. Pertama, aku akan mengizinkan kakak dan Ibu masuk.
“inilah, bintang tamu dari Indonesia kita, Ibu sarah dan Nyonya Kirana.”
“sssstt. Hanya satu bintang tamu dari Indonesia hari ini.”ucap seorang cameramen mengingatkan.
“benarkah??”
            Tak lama kemudian, kakak datang. Aku berhasil. Dia tak mengenaliku. Namun, aku masih saja celingukan mencari wanita yang kurindu itu.
“selamat datang Nyonya Kirana.” Ucapku ramah. Lalu ia membisikkan sesuatu saat aku menyalaminya.
“aku hanya datang sendiri. Ibu Sarah telah lama meninggal. Namun, aku bisa menggantikannya. Tenang saja. Acara ini akan tetap berjalan.” Aku terhentak. Kau tau? Kecewa yang tiada tara. Aku menantikan momen ini, namun Ibu? Apa yang terjadi padanya? Bahkan aku tak sempat membalas jasanya di saat aku benar-benar bisa membalas jasanya?. Mataku mulai berkaca-kaca. “kau ingin menghancurkan acaranya?” bisikku dalam hati.
“wow, kau terlihat begitu tabah dengan semua musibah ini.” Apa yang terjadi? Suaraku mulai serak habis di makan luka hati yang sesak saat di pendam. Aku tahan kembali tangis yang seakan-akan ingin aku teriakkan.
“kau tersenyum seakan-akan kau merindukan seseorang dan dapat bertemu dengannya hari ini.”
“ya. Tentu saja, dia adikku. Itu sudah lama sekali sejak kecelakaan pesawat itu. Aku dan Ibu mengira ia meninggal. Namun, ternyata ia masih hidup. Seandainya Ibu tau akan hal ini lebih cepat. Aku yakin mata Ibu takkan buta sebelum ia meninggal. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena mengizinkannya pergi.” Tuhan, aku semakin ingin menjerit. Aku ingin meminta maaf. Namun aku masih bisa menahannya. Ini perlu sedikit unsur pendramaan.
“cerita yang sangat mengharukan. Bahkan aku pun ingin meneteskan air mata Nyonya.” Ia hanya tersenyum di balik tangis bahagianya untuk bertemu aku.
“sebelum kita berlanjut, saya panggilkan bintang tamu selanjutnya. Mr Michael yang selama 15 tahun mengasuh adik dari Nyonya Kirana. Silahkan masuk Mr.Michael.” ucapku dengan nada yang agak tak bersemangat. Entah, aku ingin segera pergi dari ruangan ini. Ingin menjerit atas meninggalnya Ibu. Aku lemas, sungguh lemas. Papa datang, kakak pun segera mungkin mendongak untuk melihat orang yang berjasa mengasuh adiknya sampai kini.
“kau?” ucap kakakku dengan nada tinggi ala orang yang pernah bertemu.
“Apa maksudmu mempertemukan aku dengannya?” suara kakak semakin meninggi. Seakan-akan dia melampiaskan amarahnya padaku.
“ka.. kalian telah saling mengenal?” aku gugup setengah mati. Apalagi yang akan terjadi kali ini?
“tentu. Dia yang pernah menerlantarkan aku dan Ibu. Ia membela cintanya demi orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya. Munafik. Keji. Kau beruntung bisa mengasuh adikku selama 15 tahun bahkan Ibu hanya mampu mengasuhnya 8 tahun. Itu bukan yang kau inginkan? Seorang anak laki-laki yang seharusnya menjadi pelindung kami justru kau ambil diam-diam. Kau licik. Bahkan aku tak pernah ingin memiliki Ayah sepertimu!!” ucap kakak lantang. Papa hanya diam, aku sempat melihat mata rapuhnya yang mulai basah oleh air mata yang ia tahan selama 23 tahun sebelum aku terkapar. Semua orang gugup tak terhingga. Papa sibuk mencari bantuan. Kakak malah diam dan menghampiri salah satu cameramen.
“dimana adikku? Aku ingin segera membawanya pergi. Aku tak tahan bertemu dengannya.” Ucap kakak pada cameramen itu.
“dia. Yang terkapar itulah adikmu.” Ucap cameramen itu. mendengar itu, kakak segera mungkin menghampiriku dengan tangisan yang berlebihan dan berusaha melindungiku dari sentuhan Papa.

            Namun, aku hanya bisa melihat dari jauh kejadian itu. kakak, maafkan aku. Aku bahkan belum memberi taumu tentang aku. Retakan pada kepala itulah yang menyebabkan Ruhku menuntutku keluar dari jasadku. Jangan kau salahkan Ayah. Karena akulah yang salah karena mempertemukanmu dengannya. Ayah, jangan menangis karena kesalahanmu. Kau hanya perlu sedikit bersabar menghadapi kakakku. Aku telah bertemu Ibu yah. Dia telah memaafkanmu. Jadi biarkan aku pergi dengan tenang, tanpa beban. Karena aku telah bertemu kalian yang aku rindukan. Keluarga besarku. Maafkan aku yang pergi tanpa pamit. Maafkan aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar