1. SALAH UCAP DAN SALAH EJA
Dalam pemakaian bahasa
Indonesia, sering kita jumpai kata-kata yang dieja atau diucapkan dengan tidak
tepat. Kesalahan dalam mengeja atau mengucapkan kata-kata tertentu sering kita
baca atau kita dengar. Kesalahan dalam mengucapkan kata-kata itu kadang
berpangkal pada kesalahan ejaan, jadi sekaligus terjadi salah eja dan salah
ucap. Tetapi sering juga kata-kata yang betul ejaannya dibaca dengan lafal yang
salah.
Salah eja dan salah ucap itu
untuk sebagian terjadi karena pengaruh bahasa daerah. Kata-kata besok, nomor, Senin, Rabu, Kamis, sering
dieja dan diucapkan mbesuk atau besuk, Nomer, Senen, Rebo, dan kemis. Kadang ejaanya sudah benar tetapi
diucapkan dengan tidak benar, misalnya : mengatakan
diucapkan mengatak-en.
Kesalahan ucapan itu dapat juga disebabkan adanya bunyi yang berbeda tetapi dalam ejaan yang tidak dibedakan. Contohnya kata teras ‘serambi’ dilafalkan teras (dengan pepet) seharusnya teras, begitu juga peka ‘sensitif’, yang seharusnya di baca peka sering di lafalkan dengan pepet. Salah eja juga sering kita jumpai dalam penulisan kata-kata yang berasal dari bahasa asing, contohnya: sistim, kongkrit, tehnik, extra, resiko. Ejaan yang betul untuk kata-kata tersebut, ialah: Sistem, Konkret, teknik, ekstra, dan risiko.
Kesalahan ucapan sering juga
disebabkan oleh kegunaan ejaan bahasa daerah. Ini banyak kita jumpai dalam
penulisan nama dalam bahasa Jawa, kesalahan ucapan yang sering terjadi adalah
dilafalkanya a dalam bahasa Jawa itu
seperti a dalam bahasa Indonesia.
Contohnya adalah nama Poerwadarminta seharusnya
dibaca Purwodarminto.
Kesalahan ucapan sering
menjadi kebiasaan dan sulit sekali di betulkan. Di kalangan golongan tua
kesalahan mengucapkan -kan menjadi –ken dan pengaruh bahasa daerah pada
umumnya, sulit diperbaiki. Yang perlu dijaga, hendaknya kesalahan seperti itu
tidak menjalar ke generasi muda.
2. PEMAKAIAN HURUF BESAR DAN HURUF KECIL
Ada kata-kata yang huruf awalnya kadang harus ditulis
dengan huruf besar atau huruf kapital, dan kadang harus ditulis dengan huruf
kecil. Kata-kata seperti: saudara, adik, kakak, ibu, bapak dan sebagainya ada
kalanya harus ditulis dengan huruf kapital. Sebagai kata benda, kata-kata
tersebut huruf awalnya ditulis dengan huruf kecil, misalnya :Saya mempunyai lima orang saudara.
Kata-kata saudara, adik, kakak, ibu, bapak dan sebagainya
huruf awalnya harus ditulis dengan huruf besar apabila dipakai sebagai kata
sapaan, yaitu apabila digunakan untuk menyebut orang kedua atau lawan bicara.
Misalnya : Kapan Saudara berangkatnya?
Nama-nama jabatan seperti:
presiden, gubernur, bupati, dan sebagainya tidak harus diawali dengan huruf
kapital. Apabila yang dimaksud presiden, menteri atau gubernur pada umumnya,
bukan presiden, menteri, atau gubernur tertentu, cukup ditulis dengan huruf
kecil, misalnya: Negara yang berbentuk
republik dikepalai oleh seorang presiden.
Nama-nama jabatan itu harus diawali huruf kapital apabila
dipakai bersama-sama nama pejabatnya, misalnya Presiden Suharto. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk nama
wilayah, nama tempat, dan bagian, seperti: provinsi, jalan, universitas,
fakultas, dan sebagaianya.
3. PENULISAN NAMA DIRI
Menurut Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, nama orang, nama
badan hukum, dan nama diri yang lain, atas dasar pertimbangan tertentu, dapat
dieja menyimpang dari ketentuan dalam EYD. Pertimbangan khusus itu ialah
pertimbangan dari segi hukum, segi adat, dan segi kesejarahan.
Seorang yang bernama Soewardjo menulis namanya dengan ejaan
lama, karena dalam surat kelahiran, dalam ijazah, dalam surat kawin dan dalam
surat pengangkatanya sebagai pegawai negeri, namanya memang sudah dieja seperti
itu mereka dapat mempertahankan namanya seperti itu. Dia tidak diharuskan mengeja
namanya sesuai dengan EYD.
4. YANG BESAR DAN YANG KECIL
Berbeda dengan kata-kata
lain, dalam penyebutan judul karangan atau penulisan judul subbab, kata tugas,
kata tugas huruf awalnya tidak ditulis dengan huruf besar. Contohnya: Kesusastraan
Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai, Manusia sebagai Pengarang, Dia yang
Menyerah. Kata tugas, dalam, dan, sebagai dan yang huruf awalnya tidak ditulis dengan
huruf kapital. Tapi khusus untuk penulisan Tuhan
Yang Maha Esa menurut keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
0543a/U/1987 kaya “yang” huruf awalnya dapat ditulis dengan huruf besar. Selain
itu untuk kata maha selain kalimat Tuhan Yang Maha Esa tetap
dirangkai, seperti mahasiswa, Mahaadil,
Mahakuasa, dan sebagainya.
5. PENGGUNAAN TANDA HUBUNG
Tanda hubung(-) digunakan untuk menghubungkan kata-kata
yang diulang seperti: anak-anak, berjalan-jalan, sayur-mayur, dan sebagainya,
selain itu tanda hubung juga pada kata majemuk yang suku-sukunya mempunyai
makna yang berlawanan, seperti: tua-muda,
kurang-lebih, baik-buruk.
Disamping itu, tanda hubung digunakan juga untuk merangkaikan
kata, awalan, atau akhiran yang ditulis dengan huruf kecil, dengan kata atau
singkatan yang ditulis dengan huruf kapital. Misalnya : se-Indonesia, non-Indonesia, per-KKN, dan sebagainya.
Disamping itu juga untuk merangkaikan
awalan, akhiran, atau singkatan dengan angka, misalnya : ke-5 (tahun) 70-an, SP-4, P-3T.
6. PENGGUNAAN TANDA TITIK DUA ( : )
Dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan disebutkan tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau
perincian. Contohnya :
Untuk dapat diterima
menjadi mahasiswa, calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
lulus ujian saringan;
2.
berbadan sehat, dibuktikan dengan surat keterangan
dokter;
3.
membayar uang pendaftaran;
Contoh lain:
Fakultas
Sastra Universitas Diponegoro terdiri atas tiga jurusan: Jurusan Sastra
Indonesia, Jurusan Sastra Inggris, dan Jurusan Sejarah
Tanda titik dua tidak dipergunakan
dalam kalimat-kalimat berikut ini.
Panitia
Penerimaan Mahasiswa Baru telah tersusun dengan Drs. Sastromulyono sebagai
Ketua, Drs. Sastrosembodo sebagai Sekretaris, dan Dra. Sarinah sebagai
Bendahara.
Tanda titik dua dipergunakan apabila kalimat-kalimat diatas
diformulasikan sebagai berikut
Susunan Panitia Penerimaan Mahasiswa
Baru
Ketua : Drs. Sastromulyo
Sekretaris :
Drs. Sastrosembodo
Bendahara :
Dra. Sakinah
7. PENGGUNAAN TANDA KOMA (,)
Koma digunakan untuk menandai adanya
jeda atau kesenyapan antara dalam satu kalimat. Tanda koma sering digunakan
setelah seruan, seperti: wah, aduh, ya,
hai, ah, o, wahai, aduhai, hi yang diikuti oleh kalimat.
Contohnya: Wah,
bagus benar nilai rapotmu!
Tanda koma juga digunakan sesudah
atau sebelum kata panggilan seperti: Pak,
Min, Mas, Bang, Dik, Tuan.
Contohnya: Pak,
ke Pasar Johar ongkosnya berapa
Jika panggilan itu disebutkan pada
akhir kalimat, tanda koma mendahaului kata panggilan tersebut.
Ke Pasar Johar ongkosnya berapa, Pak?
Tanda
koma juga digunakan sesudah keterangan yang mengawali kalimat.
Contohnya:
Beberapa
hari yang lalu, gunung itu mengeluarkan asap yang tebal.
Tanda koma juga digunakan sesudah
kata-kata sayang, oke, baiklah,
beginilah, demikianlah, maklumlah, yang diikuti kalimat.
Contohnya:
Sayang,
orang yang baik hati itu telah meninggal.
Tanda koma juga digunakan sesudah kata
perangkai antarkalimat seperti: jadi,
meskipun demikian, dalam pada itu, sementara itu, akan tetapi, sebaliknya,
disamping itu, selain itu, sehubungan dengan itu, lagi pula.
Contohnya:
Jadi,
harus kau pikirkan masak-masak sebelum engkau memutuskan untuk membeli barang
itu.
Koma juga digunakan untuk membatasi
dua kalimat setara yang dirangkaikan dengan kata perangkai tetapi, melainkan, dan sedang
atau sedangkan.
Contohnya:
Gadis itu cantik, tetapi bodoh.
Dalam surat menyurat koma digunakan
untuk membatasi nama kota dan tanggal surat.
Contohnya: Malang, 24 februari 2013
Jika surat diawali
dengan kata dengan hormat, kata-kata
itu diikuti koma:
Dengan hormat,
Penggunaan tanda koma yang lain
ialah untuk membatasi bagian-bagian nama yang dibalik dalam daftar pustaka.
Contohnya:
Alisyahbana Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa
Baru Indonesia. Jilid 1dan 2.
Jakarta: PT. Pustaka
Rakyat.
8. PENGGUNAAN TANDA PETIK (“…….”)
Salah satu tanda baca yang perlu
kita perhatikan cara pemakaiannya ialah tanda petik (“…..”). Pada umumnya tanda
petik digunakan untuk menandai kata, kelompok kata, kalimat atau rangkaian
kalimat-kalimat, yang perlu mendapat perhatian khusus, karena kata-kata atau
kalimat itu bukan merupakan bagian yang biasa drai kalimat atau karangan itu
sendiri.
Pemakaian tanda yang paling sering
ialah dalam hal peniruan, ucapan seseorang atau dalam ucapan langsung. Dalam
hal ini perlu kita perhatikan ialah bahwa berbeda dengan ejaan yang lama, tanda
petik itu ditulis sejajar, semuanya diatas, (“…..”) bukan (,,……”), dan tidak
didahului tanda titik dua (:). Dulu ditulis:
Ibu
berkata: ,,Kapan engkau berangkat?”
Sekarang
Ibu
berkata: “Kapan engkau berangkat?”
Kalau ucapan langsung itu disebutkan
lebih dahulu dan baru kemudian disebutkan siapa yang mengucapkannya, tanda baca
yang membatasi ucapan dan yang mengucapkan itu ada tiga macam. Tanda baca itu
dapat berupa koma (,), tanda Tanya (?), tanda seru (!),
Contohnya:
“Hari
sudah malam”, kata Ibu
Tanda petik juga digunakan untuk
menandai judul karangan yang dimuat dalam suatu majalah atau dari buku kumpulan
karangan, atau judul bab dari suatu buku. Nama majalah atau judul buku itu
sendiri ditulis dengan digarisbawahi, yang kalau dicetak menggunakan huruf miring. Contohnya:
Karangan yang berjudul “Peranan Sastra dalam Pembakuan Bahasa”
dimuat dalam majalah Pembinaan Bahasa
Indonesia.
9. KALIMAT ISI LANGSUNG
Yang dimaksud kalimat isi ialah kalimat
majemuk bertingkat yang anak kalimatnya merupakan isi dari pernyataan yang
dikemukakan dalam induk kalimatnya. Kalau dalam induk kalimat disebutkan bahwa
subjek berkata, menyatakan, menyebutkan, dan sebagainya, maka anak kalimatnya
merupakan isi dari yang dikatakan, dinyatakan, atau disebutkan.
Amin mengatakan bahwa ayahnya sudah
sembuh.
Kalimat di atas adalah kalimat isi.
Induk kalimatnya ialah Amin mengatakan
sedang anak kalimatnya ialah ayahnya
sudah sembuh.
Kalimat di atas adalah kalimat isi
tak langsung. Kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat isi langsung.
Amin mengatakan. “Ayah sudah
sembuh.”
Apabila anak kalimat yang mendahului
kalimatnya itu berupa kalimat tanya atau perintah, tanda koma tersebut tidak
dipergunakan, diganti dengan tanda tanya (?) atau tanda seru (!).
“Kapan kau datang?” Tanya Amin.
10.
ANDA SATU-SATUNYA KATA GANTI YANG DIAWALI HURUF KAPITAL
Dalam
bahasa Indonesia, kata ganti pada umumnya ditulis dengan huruf kecil. Kata
ganti saya, aku, engkau, kamu, kalian, kami, kita, mereka, semuanya ditulis
huruf awalnya dengan huruf kecil. Tentu saja jika kata itu mengawali kalimat
huruf awalnya ditulis dengan huruf kapital.
Dia belum pulang hari ini.
Kata
ganti ditulis dengan diawali huruf kapital jika mengganti nama Tuhan.
Ya
Tuhan, hanya Engkau yang dapat
mengampuni segala dosaku.
Juga
kata ganti dalam bentuk akhiran atau enklitika –mu dan –nya diawali dengan
huruf kapital, jika mengganti nama Tuhan.
Ya
Tuhan, ampunilah hamba-Mu.
11.YANG TIDAK MEMERLUKAN TITIK(.)
Tanda titik tidak perlu digunakan
pada akhir judul. Baik judul bab maupun subbab. Tanda ditik biasanya digunakan
untuk menandai akhir suatu kalimat. sedangkan judul pada umumnya bukan kalimat
dan judul yang baik seharusnya tidak berupa kalimat.
Contoh:
Mengarang itu gampang bukan Mengarang itu gampang.
Tanda titik juga tidak perlu
digunakan pada alamat surat, baik alamat yang dituju, maupun alamat pengirim. Alamat
pada surat juga bukan kalimat, jadi tidak memerlukan tanda titik. namun, tanda
koma dapat digunakan.
Contoh:
Jl.Mawar No.8,Malang bukan
Jl.Mawar No.8.Malang.
Tanda titik juga tidak digunakan
pada singkatan yang terdiri dari huruf-huruf kapital.
Contoh:
SMP, SMA, UUD
Namun tanda titik tetap digunakan
dalam singkatan nama orang, singkatan gelar di belakang nama, meskipun terdiri
dari huruf-huruf kapital.
Contoh:
S.H.,S.E,S.S.
Begitunpula dengan singkatan lambang
kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.
Contoh:
Cu (kupru), TNT (Trinitrotoleun), cm (sentimeter), l (liter), kg (kilogram), Rp
(rupiah).
12.YANG DIRANGKAI DAN YANG TIDAK
Awalan di- harus ditulis serangkai dengan kata dasarnya. sebaliknya
kata depan di dan ke harus dituliskan terpisah dari
kata-kata yang mengikutinya. Bentuk ke dan luar ada yang harus
ditulis terpisah, dan ada yang harus dirangkaikan.
Contoh:Bapak
pergi ke luar kota
Yang tidak berkepentingan harap
keluar
Pada kalimat pertama ke
betul-betul merupakan kata depan yang menunjukkan arah dari perbuatan pergi.
Pada kalimat kedua ke dan luar sudah menjadi satu dan
merupakan kata kerja.
Rangkaian kata yang telah menjadi
satu makna, ditulis terpisah. kecuali
jika mendapat awalan dan akhiran.
Contoh:
tanggung jawab menjadi Pertanggungjawaban
Termasuk
kata padahal, sekaligus, daripada, kepada, bilamana, apabila, barangkali, dan
sebagainya.
Kata maha ada yang harus
dirangkaikan dengan kata berikutnya, ada yang tidak. Kata maha dengan
kata berikutnya harus dirangkaikan apabila kata yang mengikutinya berupa kata
dasar.
Contoh:
Mahasiswa, Mahaguru, Mahatinggi, Mahaadil
Tapi apabila kata yang mengikuti
berupa kata bentukan, maka harus ditulis terpisah.
Contoh:
Maha Pemurah, Maha Pengampun
Kata-kata bilangan yang berasal dari
bahasa Sansekerta/Jawa Kuno harus ditulis serangkaian dengan kata-kata yang
mengikutinya. Tapi hal ini tidak berlaku untuk kata bilangan dalam bahasa
Indonesia sendiri, bilangan dengan kata yang mengikutinya harus ditulis
terpisah.
Contoh:
ekawarsa, dwibahasa
Tiga orang,lima ekor
Kata pun harus ditulis
terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh:
Adik pun sudah dapat berjalan
Namun,
ada kalanya ditulis serangkaian pada meskipun, walaupun, kendatipun, dan
adapun.
13. KONSONAN ASING DALAM BAHASA INDONESIA
Dalam bahasa Indonesia
konsonan-konsonan asing itu meliputi f, z, sy, dan kh. Kata-kata
asing itu ada yang ucapan dan ejaannya disesuaikan dengan sistem bunyi bahasa
Indonesia seperti pada kata: Pihak, pasal, jasat, kabar ada yang
sekaligus dieja dan diucapkan dengan dua macam
cara. Contohnya: napas atau nafas, tarip atau tarif. Dan ada
yang dieja dan diucapkan seperti dalam bahasa aslinya. Contohnya: universitas, filsafat.
14. KELOMPOK KONSONAN
Dua konsonan atau lebih yang
bersama-sama mengawali atau menutup suku kata disebut kelompok konsonan.
Contoh:
praktik, konteks.
Dalam bahasa Indonesia kata-kata
yang berasal dari bahasa asing atau daerah yang masuk akhir ini, apabila
kata-kata itu mengandung kelompok konsonan, maka kelompok konsonan itu harus
dipertahankan. kata-kata pinjaman lama itu ada yang cenderung untuk tetap
mempertahankan bunyi pepetnya, sekurang-kurangnya dalam ragam tulis.
Contoh:
mantera, negeri, bahtera.
Pada
kata-kata pinjaman baru jelas kelompok konsonan itu tetap dipertahankan.
Contoh:
Mitra, citra, drama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar