A.
Pengertian
Model Pengembangan Kurikulum
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang
suatu konsepsi dasar (Zainal Abidin, 2012:137). Dalam pengembangan kurikulum,
model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian
kurikulum. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia model adalah pola,
contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model,
pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk
kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.
Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan
untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan
untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan
sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
- Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu;
- Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;
- Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas;
- Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) Urutan langkah-langkah pembelajaran, (2) Adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) Sistem sosial, dan (4) Sistem pendukung;
- Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran, yaitu dampak pembelajaran (hasil belajar yang dapat diukur) dan dampak pengiring (hasil belajar jangka panjang); dan
- Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. (Susilana, 2006:139)
Robet S. Zais adalah ahli kurikulum yang
banyak melontarkan ide-idenya sekitar tahun 1976. Berikut beberapa model
pengembangan yang dapat dikategorikan dalam model Zais :
1. Model Administrative
Model administrative diistilahkan juga model
garis staf atau top down, dari atas ke bawah.(Dakir,
2004:96). Artinya kegiatan pengembangan
kurikulum di mulai dari pejabat pendidikan yang berwenang yang membentuk
panitia pengarah. Biasanya terdiri atas pengawas pendidikan, kepala sekolah,
dan staf pengajar inti. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a)
Atasan
membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang
b)
Tim
merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti
c)
Dibentuk
beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum
dan staff pengajar yang bertugas untuk merumuskan tujuan khusus, GBPP, dan
kegiatan belajar
d)
Hasil kerja
dari butir 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try out
e)
Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa
kepala sekolah, dan telah direvisi seperlunya, baru kurikulum tersebut
diimplementasikan.
2. Model Dari Bawah (Grass-Roots)
Model pengembangan ini merupakan lawan dari
model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari
atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Dalam model pengembangan
yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru
disuatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.(Sukmadinata, 2006 :
162-163) Langkah-langkahnya:
a)
Inisiatif
pengembangan datangnya dari bawah (para pengajar)
b)
Tim pengajar
dari beberapa sekolah ditambah nara sumber lain dari orang tua peserta didik
atau masyarakat luas yang relevan
c)
Pihak atasan
memberikan bimbingan dan dorongan
d)
Untuk
pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintisnya diadakan lokal karya
untuk mencari input yang diperlukan. (Dakir, 2004:96)
3. Model Demonstrasi
Model demonstrasi ini diprakarsai oleh
sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud
mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya
mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup
semua komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau mengganti
kurikulum yang ada. Langkah-langkahnya:
a)
Staff
pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata
hasilnya dinilai baik
b)
Kemudian
hasilnya disebarluaskan disekolah sekitar
4. Model Beaucham
Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan
oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut :
a)
Suatu
gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas
disekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala
regional maupun nasional yang disebut arena
b)
Menunjuk tim
pengembangan yang terdiri dari ahli kurikulum, para ekspert, staff pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain.
c)
Tim menyusun
tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar
d)
Melaksanakan
kurikulum di sekolah
e)
Mengevaluasi
kurikulum yang berlaku.
5. Model Terbalik Hilda Taba
Menurut cara yang bersifat
tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif. Taba berpendapat
model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya
inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi
dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inverse
atau arah terbalik dari model tradisional. Langkah-langkahnya:
a) Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan
penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan, kemudian disusunlah
suatu unit kurikulum
b) Mengadakan try out
c) Mengadakan revisi atas dasar try out
d) Menyusun kerangka kerja teori
e) Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
6. Model Hubungan Interpersonal Dari Rogers
Kurikulum yang dikembangkan
hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap
perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara
interpersonal. Langkah-langkahnya:
a) Diadakannya kelompok untuk mendapatkan hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk
b) Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar
pengalaman, dibawah pimpinan staff pengajar
c) Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam
satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal
akan menjadi lebih sempurna
d) Selanjutnya pertemuan diadakan dengan
mengikut sertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikut sertakan
para pegawai administrasi daan orang tua peserta didik.
Dengan langkah-langkah
tersebut, diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis, karena didasari
oleh kenyataan yang diharapkan.
7. Model Action Research Yang Sistematis
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa
perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu
proses yang melibatkan kepribadian orangtua, siswa, guru, struktur sistem
sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan masyarakat. Sesuai
dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal: hubungan individu,
sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan
warga masyarakat, para orangtua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan
lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak
belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran.
Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat,
dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action
research. Langkah-langkahnya:
a) Adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti
b) Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya.
Kemudian menentukan putusan apa yang perlu diambil sehubungannya dengan masalah
yang timbul tersebut
c) Melaksanakan putusan yang telah diambil.
B. Analisis
Terhadap Model-Model Pengembangan Kurikulum
Ada
tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model pengembangan menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya
Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, yaitu :
a)
Penekanan pada suatu titik pandangan
tertentu.
b) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh melalui
model tersebut
c)
Kekurangan-kekurangannya.
Pada
model administratif penekanan diberikan pada orang-orang yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum dengan uraian tugas dan fungsinya masing-masing,
disamping pengarahan kegiatan yang bercirikan dari atas ke bawah. Kekurangannya
terletak pada kurangnya dampak perubahan kurikulum, karena hasil kegiatannya
seolah-olah dilaksanakan dari atas tanpa memperhatikan people change.
Titik
pandangan model dari bawah diletakkan pada pengembangan kurikulum yang
diselenggarakan secara demokratis yaitu dari bawah. Keuntungannya yaitu proses
pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan banyak
pihak dari bawah, yaitu guru-guru. Berdasarkan hal itu, maka terbukalah tirai
broken front sebagaimana lazim ditemui apabila pembaruan kurikulum disodorkan
dari atas. Kekurangan yang paling menonjol model ini mengabaikaan segi teknis
dan professional tentang kurikulum.
Model
demonstrasi jelas mengutamakan pemberian contoh dan teladan yang baik dengan
harapan agar yang didemonstrasikan akan diadopsi oleh guru/sekolah lain.
Keuntungannya terletak pada suatu segmen kurikulum yang panjang dan tetunya
sudah melalui testing sehingga terjamin akurasi dan validitasnya. Sebagaimana
model dari bawah, maka model ini juga menembus broken front. Ekses yang timbul
dari model ini adalah guru-guru yang tidak ikut serta dalam pengembangan
kurikulum bisa menentang gagasan-gagasan yang telah dihasilkan.
Model
beachamp melihat dari segi keseluruhan proses kurikulum. Keuntungan yang
menonjol adalah penegasan area sehingga mudah dan jelaslah rung lingkup
kegiatan. Kerugiannya sama dengan model top down.
Model
terbalik Hilda Taba mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaannya
melalui pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru professional. Model ini
sungguh mengintegrasikan teori dengan praktik, tetapi sulit
mengorganisasikannya karena memerlukan kemampuan teoritis dan profesionalan
yang tinggi.
Model
hubungan interpersonal dari Roger mengutamakan hubungan antar pribadi dengan harapan dapat
menghasilkan beberapa penerapan kurikulum yang lebih luas dan sukses. Model ini
mendekatkan permasalahan dengan para pelaksanannya sehingga memudahkan
pemecahannya.
Model
Action Reasearch mengutamakan penelitian sistematis oleh orang lapangan tentang
masalah-masalah kurikulum. Kesukaran dari model ini adalah penerapannya memerlukan
staf professional khusus yang terlatih dalam penelitian dan dengan sendirinya
dalam pelaksanaanya memerlukan biaya yang tinggi. Model teknologis diselenggarakan secara sistematis
dan dapat pula menjangkau kawasan yang luas. Meskipun demikian, keahlian serta
spesialisasi professional merupakan penghambat bila model ini digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dakir, 2004, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum,
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2006. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suparlan.
2012. Tanya jawab Pengembangan Kurikulum
& Materi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar